Sabtu, 08 Desember 2018

BAB 2: BEGINILAH JALAN DAKWAH MENGAJARKAN KAMI: KETIKA KAMI MEMBANGUN KEBERSAMAAN


BAB 2: KETIKA KAMI MEMBANGUN KEBERSAMAAN
“Tak semua batu bata diletakkan pada posisi tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada dibawah. Bahkan terkadang si tukang batu memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya”.

Menjadi Batu Bata dalam Bangunan Ini

Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan aku dengan nabi sebelumku, ibarat seorang lelaki membuat sebuah bangunan, yang diperindah dan dipercantik seluruhnya, kecuali satu tempat untuk batu bata di salah satu sudutnya. Ketika orang-orang mengelilinginya, mereka kagum dan berkata, seandainya ada batu bata diletakkan di situ. Maka akulah batu bata itu, dan aku adalah penutup para nabi.”

Dakwah adalah estafet perjuangan yang berlandaskan pada dua asas yaitu akidah dan akhlak serta syariat.


Batu Bata yang Unik dan Kas.

Kekhasan, keunggulan, keunikan, penting untuk dimiliki. Sebagaimana para nabi dan salafus shalih  memiliki kriteria istimewa yang menghiasi perjalanan mereka dalam memperjuangkan agama Allah swt. Rasulullah saw bersabda: “Abu Bakar Shiddiq ra adalah manusia paling penyayang. Umar Al Faruq adalah yang paling tegas dalam agama Allah. Usman bin affan ra adalah yang paling tulus dalam sifat malunya. Ali bin Abi Thalib ra adalah yang paling adil. Ubay bin Ka’ab adalah yang paling menguasai bacaan Al Quran. Mu’az bin Jabbal yang paling mengetahui halal dan haram. Zaid bin tsabit yang paling mudah memberi pinjaman. Ketahuilah setiap umat itu mempunyai delegasi kepercayaan. Dan orang yang paling dipercaya menjadi delegasi adalah Abu Ubaidah bin Al Jarrah”. (Sunan Ibnu Majah, no 154)


Untuk Menolong, Bukan Ditolong

Jalan dakwah ini mengajarkan da’i untuk lebih memberi perhatian dan pertolongan kepada orang lain, bukan sebaliknya. Sayid Qutub rahimahullah menuliskan: “Sesungguhnya orang yang hidup untuk dirinya sendiri, ia akan hidup kecil dan mati sebagai orang kecil. Sedangkan orang yang hidup untuk umatnya, ia akan hidup mulia dan besar,serta tidak akan pernah mati.”

Di jalan dakwah, da’I semakin mendalami makna kehidupan yang bersumber dari keberartian bagi orang lain. “Jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan mengokohkan pijakan kaki kalian.” (QS. Muhammad 9)

Berjalan dalam Keseimbangan Ibadah dan Muamalah
Keseimbangan itu penting dalam praktik nilai-nilai islam. Sikap seimbang proporsional, tidak ekstrim, dan tidak berat sebelah, salah satu pelajaran dan pembinaan yang kami peroleh di jalan dakwah.
Rasulullah saw bersabda, ada banyak bentuk shadaqah. Memberi senyum kepada orang lain, menunjukkan orang yang tersesat, menuntut orang buta, menyingkirkan batu dan duri dari jalanan, mengambilkan air untuk saudara. Jalan dakwah menciptakan suasana yang mendukung da’I untuk memadukan amal-amal yang bersifat ubudiyah dan mu’amalah secara  baik. Jika salah satunya timpang, maka akan terjadi kegersangan iman (jafaaf ruuhi).

Sebaik-baik Bekal adalah Taqwa
Manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yaitu perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal makanan, minuman, harta, kendaraan. Sedangkan bekal perjalanan dari dunia memerlukan bekal mengenal Allah, mencintai Allah, dan berpaling dari selain-Nya.
Tafsir Ar-Razi menyebutkan lima perbandingan keduanya yaitu

Perbekalan Perjalanan Dunia
Perbekalan Perjalanan dari Dunia
Menyelamatkan dari penderitaan yang belum terjadi
Menyelamatkan dari penderitaan yang pasti terjadi
Menyelamatkan dari kesulitan sementara
Menyelamatkan dari kesulitan yang tiada habisnya
Mengantarkan pada kenikmatan dan mungkin saja pada saat yang sama kita mengalami rasa sakit, letih, kepayahan
Membuat kita terlepas dari marabahaya dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.
Memiliki karakter bahwa kitaakan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan
Kita akan lebih banyak menerima dan semakin dekat dengan tujuan.
Mengantarkan pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu
Mengantarkan pada kesucian dan kemuliaan.

Bekal Taqwa, Termasuk Komitmen Dengan Jamaah Dakwah
Setelah keikhlasan dan pemahaman terhadap tuntunan Allah swt, sebagai konsekuensi ketaqwaan, maka sebaik-baik bekal untuk meraih ketaqwaan adalah komitmen dengan jamaah dakwah. “Dan berpegangteguhlah kalian kepada tali Allah, dan janganlah kalian terpecah belah” (QS Ali Imran 103)

Kebersamaan kami terikat 5 hal
  1. Rabithatu al ‘aqidah (ikatan aqidah): kesamaan imanlah yang menghimpun dan mengikat kami bersama saudara2 kami di sini.
  2. Rabithatu al fikrah (ikatan pikiran): kesamaan ide, gagasan, keinginan dan cita-cita hidup yang kami yakini merupakan sarana yang bisa menyampaikan kami kepada keridhaan Allah swt.
  3. Rabithatu al ukhuwwah (ikatan persaudaraan): para da’i terikat dengan ruh persaudaraan yang tulus. Salah satu golongan yang dinaungi Allah adalah orang yang saling mencintai karena Allah, bertemu karena Allah, dan berpisah karena Allah swt.
  4. Rabithatu at tanzhim (ikatan organisasi dakwah): dalam organisasi dakwah ini berlaku pula disiplin dan aturan yang disepakati untuk diberlakukan di jalan dakwah.
  5. Rabithatu al’ahd (ikatan janji pada Allah): di jalan dakwah, da’i telah mengikrarkan janji. Janji yang paling minimal adalah janji yang tercetus dalam hati, janji kepada Allah, janji kepada saudara-saudara perjalanan untuk tetap setia dan mendukung perjalanan.

Afiliasi Formal (Intima Tanzhirni) dan afiliasi Non Formal (Intirna Afawi)
Tak semua manusia harus terikat secara formal dalam jalan dakwah. Ada banyak alas an terkait kondisi  ini.yang paling mendasar adalah afiliasi sejati seorang muslim adalah afiliasinya kepada agama.

Pelemah Ikatan Amal Jamai
  1. Pemahaman. Karena itu pelurusan pemahaman (Al fahm) yang benar harus terlebih dahulu dilakukan agar segala sesuatunya jelas. Barulah setelah itu kebersamaan bisa dibangun lebih solid dan kuat sehingga kemungkinan perpecahan dan perselisihannya menjadi kecil. 
  2. Ketakutan dan kekhawatiran. Meninggalkan amal jamai bias dilatarbelakangi ketakutan dan kekhawatiran terhadap amal-amal Islam yang dilakukan secara terorganisir dan tertata rapi.
  3. Motif ketertarikan kepada individu, bukan manhaj. Berada di jalan ini adalah karena terikat pada sebuah manhaj (sistem dan cara) yang dilakukan sebuah jamaah bukan karena individu-individu atau tokoh-tokohnya agar tidak kecewa ketika individu atau tokoh tersebut berbuat kesalahan

Tsiqoh
Kepatuhan dan ketaatan kepada pemimpin selama pemimpin tersebut tidak memerintahkan kepada perbuatan dosa akan menimbulkan ketenangan dan keyakinan bahwa sebuah amanah dahwah dapat berjalan dengan baik. Pemimpin harus tsiqoh bahwa anggota dapat menjalankan amanahnya dengan baik dan anggota pun tsiqoh bahwa posisi dan tanggungjawab yang diberikan pemimpin padanya adalah untuk kemaslahatan. Syuro dilakukan secara bersama-sama antara pemipin dan anggota sehingga keputusannya dapat dijalani dengan sukarela tanpa keterpaksaan.

Promosi Penempatan di Jalan Dakwah
“Jabatan itu amanah. Dan pada hari kiamat nanti ia akan menyebabkan kehinaan dan penyesalan. Kecuali orang yang dapat menunaikan hak-nya dan menjalankan tugasnya.” (HR. Muslim).

Langkah strategis agar tercipta keselarasan antar da’i adalah
  1. Menjawab pertanyaan : mengapa kami di sini? Untuk siapa kami lakukan? Dan apa yang kami kehendaki dengan amal ini?
  2. Menunaikan tugas yang diembankan dengan sebaik-baiknya.
  3. Membiasakan diri untuk menunjukkan keahlian dan memperkenalkannya dengan baik kepada pemimpin dan saudara di jalan dakwah.
  4. Berterus terang jika ada permasalahan terkait dakwah.
  5. Selalu berharap kepada Allh dengan berdoa’, sholat agar waktu mulia dikaruniakan amal shalih yang mendekatkan kepada-Nya.

BACA JUGA:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for visiting my blog :)