Sabtu, 08 Desember 2018

BAB 3: BEGINILAH JALAN DAKWAH MENGAJARKAN KAMI: PERJALANAN BERAROMA SEMERBAK


BAB 3: PERJALANAN BERAROMA SEMERBAK
“Dalam hidup ini, setiap orang mempunyai kelompok dan jamaahnya sendiri-sendiri. Dan setiap kelompokmempunyai symbol dan syiarnya sendiri-sendiri. Tapi setiap orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh al haq, maka ia akan tercerai berai oleh kebatilan”

Indahnya Kebersamaan di Jalan Dakwah
Rasulullah saw  bersabda: “Tiga hal yang bisa menghalangi kedengkian dalam hati seorang Muslim. Keikhlasan beramal karena Allah, menasihati pemimpin kaum Muslimin, dan berpegang kepada jamaah kaum Muslimin.”  (HR Turmudzi)

Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan: “Orang yang bertahan berada di tengah jama’ah Muslimin akan menyukai apa saja yang disukai oleh jama’ahnya, dan membenci apa yang dibenci jama’ahnya. Ia akan merasa sakit dengan apa yang menyakitkan jama’ahnya. Dan ia akan merasakan kesenangan dengan sesuatu yang menciptakan kesenangan bagi jama’ahnya. Kondisi ini sangat berbeda dengan orang yang menjauhi jama’ah kaum Muslimin, sibuk menuding dan menuduh mereka, mencaci maki dan menghina mereka.” (Miftah Daar As Sa’adah).

Hasan Al Banna mengatakan “al waajibaat aktsaru minal awqaat” bahwa kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia.

Memetik Buah Manfaat dari Kelebihan Saudara
Sebagaimana para salafus shalih, saling bercermin dan berlomba meniru kebaikan dan kelebihan saudara-saudaranya, kami menginginkan agar kebersamaan kami di jalan dakwah, akan mendorong kami untuk saling bercermin dan memetik kelebihan dari saudara-saudara kami.

Atmosfir kesalihan dari saudara shalih. Kesalihan seseorang itu memiliki aroma yang bisa dihirup oleh siapapun yang berada dan berinteraksi dengannya. Aroma kesalihan seseorang, akan bisa memberi energy dan suasana baru dalam hati orang yang melihat maupun ada di sekitarnya. Ibarat seorang pembawa minyak wangi, ia akan memberikan cipratan aroma kepada orang di dekatnya.

Amal Shalih yang Tersembunyi.
Kebersamaan di jalan dakwah, memenuhi segenap jenak-jenak hidup kami. Dalam kebersamaan dan keseringan interaksi, kami mendapatkan pelajaran lain, bahwa ketersembunyian kadang tetap diperlukan. Ketersendirian dalam beramal salih, tidak boleh diabaikan. Karena kebersamaan dan kedekatan yang terus menerus bisa menghamparkan jebakan lain  yang menodai kebersamaan itu sendiri.

Berkumpulnya orang-orang beriman tetap menyimpan marabahaya yang harus diwaspadai yaitu ketika perkumpulan itu satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan, ketika pembicaraan dan pergaulan melebihi kebutuhan, dan ketika pertemuan menjadi keinginan syahwat dan kebiasaan yang menghalangi mereka dari tujuan.Maka kebersamaan ini harus mempunyai jeda dan jarak yang cukup. Kami tetap memerlukan amal-amal yang shalih yang dilakukan seorang diri. Tidak diketahui oleh siapapun, ini untuk menjaga keikhlasan.

Amal Shalih Harus Tetap Ditampilkan
Kegiatan dakwah yang mengisi hari-hari kami, mengajarkan bahwa amal-amal shalih tidak seluruhnya harus disembunyikan, melainkan ada pula yang harus tetap ditampilkan.
“Meninggalkan amal shalih karena manusia adalah riya. Melakukan suatu amal karena manusia adalah syirik.” (Fudhail bin Iyadh)


Membina Orang Lain Sama dengan Membina Diri Sendiri
Kebahagiaan sejati adalah ketika melihat objek dakwah tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia yang turut mendukung nilai-nilai islam serta turut memperjuangkan dakwah islam. Tapi di sisi lain, ternyata interaksi kami dalam jalan dakwah dan upaya kami mengkader serta membina para objek dakwah, mengharuskan kami untuk terus bercermin dan berhati-hati. Karena keberhasilan dakwah selalu merupakan turunan dari adanya qudwah dalam kaderisasi dakwah.

Melalui lembar-lembar sirah para salafusshalih dapat dilihat bagaimana kondisi kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz ra. Khalifah Umar menghiasi diri dengan sikap zuhud, serta memiliki obsesi tinggi dalam qiyamullail, tilawatul quran, shadaqah dll. Maka perbincangan masyarakat ketika itu juga tidak jauh adalah: “berapa banyak engkau telah membaca al quran? Bagaimana qiyamullailmu tadi malam?” sementara kehidupan mereka dibalut dengan qana’ah dan zuhud. Tapi lihatlah bagaimana kepemimpinan Sulaiman bin Abdul Malik yang begitu menikmati ragam makanan dan minuman, kondisi masyarakatnya pun tidak jauh dari makanan dan minuman.

Lihat juga kepemimpinan Walid bin Abdul Malik, salah seorang khalifah dari Bani Umayyah ke enam, yang begitu terobsesi dengan membangun rumah dan gedung mewah. Maka masyarakatnya juga tidak jauh beda dengan pemimpinnya. Begitulah, maka sebenarnya seorang pemimpin akan segera mengetahui karakter dirinya dengan melihat orang-orang yang ada di bawah kepemimpinannya. Tak bedanya dengan seorang murabbi, Pembina maupun juru dakwah. Karakter dan sikap-sikapnya akan turun dan sangat mewarnai kader-kader yang dibina dan didakwahinya. Maka, mendakwahkan orang lain pada dasarnya adalah mendakwahkan diri sendiri. Menasihati orang lain, sebenarnya sedang menasihati diri sendiri. Membina orang lain di jalan ini, sama dengan membina diri sendiri.


READ MORE: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for visiting my blog :)