BAB
3: PERJALANAN BERAROMA SEMERBAK
“Dalam hidup ini, setiap orang mempunyai kelompok dan jamaahnya sendiri-sendiri. Dan setiap kelompokmempunyai symbol dan syiarnya sendiri-sendiri. Tapi setiap orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh al haq, maka ia akan tercerai berai oleh kebatilan”
Indahnya Kebersamaan di
Jalan Dakwah
Rasulullah
saw bersabda: “Tiga hal yang bisa
menghalangi kedengkian dalam hati seorang Muslim. Keikhlasan beramal karena
Allah, menasihati pemimpin kaum Muslimin, dan berpegang kepada jamaah kaum
Muslimin.” (HR Turmudzi)
Imam
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan:
“Orang yang bertahan berada di tengah jama’ah Muslimin akan menyukai apa saja
yang disukai oleh jama’ahnya, dan membenci apa yang dibenci jama’ahnya. Ia akan
merasa sakit dengan apa yang menyakitkan jama’ahnya. Dan ia akan merasakan
kesenangan dengan sesuatu yang menciptakan kesenangan bagi jama’ahnya. Kondisi
ini sangat berbeda dengan orang yang menjauhi jama’ah kaum Muslimin, sibuk
menuding dan menuduh mereka, mencaci maki dan menghina mereka.” (Miftah
Daar As Sa’adah).
Hasan Al Banna mengatakan “al waajibaat aktsaru minal awqaat”
bahwa kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia.
Memetik Buah Manfaat dari
Kelebihan Saudara
Sebagaimana
para salafus shalih, saling bercermin dan berlomba meniru kebaikan dan
kelebihan saudara-saudaranya, kami menginginkan agar kebersamaan kami di jalan
dakwah, akan mendorong kami untuk saling bercermin dan memetik kelebihan dari
saudara-saudara kami.
Atmosfir kesalihan dari saudara shalih. Kesalihan seseorang itu memiliki aroma yang bisa dihirup oleh siapapun yang berada dan berinteraksi dengannya. Aroma kesalihan seseorang, akan bisa memberi energy dan suasana baru dalam hati orang yang melihat maupun ada di sekitarnya. Ibarat seorang pembawa minyak wangi, ia akan memberikan cipratan aroma kepada orang di dekatnya.
Amal Shalih yang
Tersembunyi.
Kebersamaan
di jalan dakwah, memenuhi segenap jenak-jenak hidup kami. Dalam kebersamaan dan
keseringan interaksi, kami mendapatkan pelajaran lain, bahwa ketersembunyian
kadang tetap diperlukan. Ketersendirian dalam beramal salih, tidak boleh
diabaikan. Karena kebersamaan dan kedekatan yang terus menerus bisa
menghamparkan jebakan lain yang menodai kebersamaan itu sendiri.
Berkumpulnya
orang-orang beriman tetap menyimpan marabahaya yang harus diwaspadai yaitu
ketika perkumpulan itu satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan, ketika
pembicaraan dan pergaulan melebihi kebutuhan, dan ketika pertemuan menjadi
keinginan syahwat dan kebiasaan yang menghalangi mereka dari tujuan.Maka
kebersamaan ini harus mempunyai jeda dan jarak yang cukup. Kami tetap
memerlukan amal-amal yang shalih yang dilakukan seorang diri. Tidak diketahui
oleh siapapun, ini untuk menjaga keikhlasan.
Amal Shalih Harus Tetap Ditampilkan
Kegiatan
dakwah yang mengisi hari-hari kami, mengajarkan bahwa amal-amal shalih tidak
seluruhnya harus disembunyikan, melainkan ada pula yang harus tetap
ditampilkan.
“Meninggalkan amal shalih karena manusia adalah riya. Melakukan suatu amal karena manusia adalah syirik.” (Fudhail bin Iyadh)
“Meninggalkan amal shalih karena manusia adalah riya. Melakukan suatu amal karena manusia adalah syirik.” (Fudhail bin Iyadh)
Membina Orang Lain Sama
dengan Membina Diri Sendiri
Kebahagiaan sejati adalah ketika melihat
objek dakwah tumbuh dan berkembang menjadi manusia-manusia yang turut mendukung
nilai-nilai islam serta turut memperjuangkan dakwah islam. Tapi di sisi lain,
ternyata interaksi kami dalam jalan dakwah dan upaya kami mengkader serta
membina para objek dakwah, mengharuskan kami untuk terus bercermin dan
berhati-hati. Karena keberhasilan dakwah selalu merupakan turunan dari adanya
qudwah dalam kaderisasi dakwah.
Melalui lembar-lembar sirah para
salafusshalih dapat dilihat bagaimana kondisi kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz
ra. Khalifah Umar menghiasi diri dengan sikap zuhud, serta memiliki obsesi
tinggi dalam qiyamullail, tilawatul quran, shadaqah dll. Maka perbincangan
masyarakat ketika itu juga tidak jauh adalah: “berapa banyak engkau telah
membaca al quran? Bagaimana qiyamullailmu tadi malam?” sementara kehidupan
mereka dibalut dengan qana’ah dan zuhud. Tapi lihatlah bagaimana kepemimpinan
Sulaiman bin Abdul Malik yang begitu menikmati ragam makanan dan minuman,
kondisi masyarakatnya pun tidak jauh dari makanan dan minuman.
Lihat juga kepemimpinan Walid bin Abdul
Malik, salah seorang khalifah dari Bani Umayyah ke enam, yang begitu terobsesi
dengan membangun rumah dan gedung mewah. Maka masyarakatnya juga tidak jauh
beda dengan pemimpinnya. Begitulah, maka sebenarnya seorang pemimpin akan
segera mengetahui karakter dirinya dengan melihat orang-orang yang ada di bawah
kepemimpinannya. Tak bedanya dengan seorang murabbi, Pembina maupun juru
dakwah. Karakter dan sikap-sikapnya akan turun dan sangat mewarnai kader-kader yang
dibina dan didakwahinya. Maka, mendakwahkan orang lain pada dasarnya adalah
mendakwahkan diri sendiri. Menasihati orang lain, sebenarnya sedang menasihati
diri sendiri. Membina orang lain di jalan ini, sama dengan membina diri
sendiri.
READ MORE:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thank you for visiting my blog :)